Selasa, 21 Januari 2014

ETIKA DAN MORAL DALAM PERNIAGAAN MENURUT PERSPEKTIF HINDU

Dharma mullah sadaiwartah Dharma sadai wartah Kamartha phalam utyata Santiparwa 123.4
Meskipun Artha dikatakan sebagai alat Kama Tetapi Artha selalu dikatakan sebagai sumber Dharma
I.PENDAHULUAN
Tujuan hidup manusia berdasarkan Agama Hindu adalah Moksartham jagadhitaya ca iti dharma. Moksa bermaksud ketenteraman batin atau kehidupan abadi ,dharma atau mencapai jagadhita dan Moksa. Jagadhita bermaksud kesejahteraan jasmani. Ajaran ini digambarkan dalam konsep Catur Purusartha.(Suhardana2007:1). Ada empat tujuan hidup yang terjalin dengan erat adalah :
1. Dharma 2. Artha 3. Kama 4. Moksa
Artha sebagai tujuan hidup dan umat Hindu tidak akan terlepas dari kesemua konsep di atas. Artha akan mengirim seseorang untuk melaksanakan keinginannya(kama) dan seseorang melaksanakan kewajipannya dengan artha yang diperoleh untuk mencapai keseimbangan jasmani dan rohani (moksa). Seberapa upaya untuk memperoleh artha dengan berlandasakan dharma tentunya tidak akan terlepas dari moral dan spriltual. Artha yang diharapkan boleh diperoleh dengan melakukan pekerjaan yang baik (dijalan Dharma) dengan usaha sendiri ataupun yang dikembangkan dalam struktur organisasi (perusahaan) yang kesemuanya dikenal dengan perniagaan.Raymond E. Glos dalam business in instruction(2000:4) menyatakan terdapat dua maksud mengenai berniaga, pertama perniagaan merupakan kegiatan sendiri dan kedua, perniagaan merupakan sebuah perusahaan.Perniagaan dalam maksud pertama, yakni perniagaan merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industri yang menyediakan barang dan khidmat untuk keperluan mempertahankan dan memperbaiki mutu serta kualiti hidup mereka. Maksud perniagaan yang kedua dinyatakan perusahaan dapat disamakan dengan perniagaan sehingga dapat didefinisikan sebagai organisasi yang memproses perubahan keahlian dan sumber daya ekonomi menjadi barang dan perkhidmatan bagi memenuhi kehendak pelanggan. Motivasi yang utama kegiatan perniagaan adalah labour yang didefinisikan sebagai perbezaan antara penghasilan dan pembiayaan yang dikeluarkan (Husein Umar 2000:4).
II Etika perniagaan
2.1.Berjuang melalui kerja
Terjemahan dari Rgweda X.31.2 tentang bagaimana mencari kekayaan dengan cara yang betul:
Seharusnya orang memikirkan kekayaan dan berjuang untuk memperolehnya dengan cara yang betul dan disertai dengan doa, dan seharusnya ia menggunakan hati nuraninya dan dengan penuh semangat berusaha meningkatkan kemampuannya.
berdasarkan perkara di atas untuk mendapatkan harta maka manusia berjuang, maksud berjuang disini menunjukkan bahawa melalui kerja akan diperoleh hasil. Maka, untuk melakukan kerja seseorang memerlukan konsep yang jelas tentang bidang apa yang akan dilakukan dan apakah keahlian dan kemampuan dirinya mendukung dan melaksanakan pekerjaan tersebut. Apabila hal yang berdasarkan ini sudah dipenuhi maka selanjutnya perlu dipikirkan visi dan misi dari kegiatan usahanya, membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang, membuat analisis luaran dan dalaman dirinya serta melakukan analisa pilihan strategi untuk memasuki pasaran. Begitu kita memasuki pasar sebagai tempat pertemuan penjual dengan pembeli maka ertinya kita sudah memasuki rimba yang penuh dengan tentangan, persaingan, ketidakpastian pasaran, kelompok usaha yang sama dan juga mereka yang menjadi pesaing kita.Tidak jarang kita merasa adanya tekanan pasaran,adanya penipuan yang dilakukan teman,pesaing dengan strategi promosi yang menjatuhkan pesaing yang lain dan adanya kepentingan untuk menjadi market leader (pemimpin pasar). Kesemuanya tentu memerlukan agama dan moral manusia untuk menjaga diri sebagai bentuk pengendalian diri untuk tidak berbuat jahat dalam usaha, tidak mementingkan keuntungan sesaat sehingga mengorbankan perniagaan jangka panjang, menjaga komunikasi perniagaan yang santun dan bermartabat serta dilandasi moral untuk saling menjaga kelangsungan perniagaan.
2.2.Etika berniaga
Memperoleh kekayaan sesuai dengan Rg Weda tersebut di atas diharapkan manusia boleh memperoleh dengan cara yang betul disertai dengan doa. Cara yang benar tentunya berlandaskan etika dan moral. Konsep etika berasal dari bahasa Yunani, yang dalam bentuk tunggal adalah ethos dan dalam bentuk jamak ta etha(Bertens, 1974;4).Didalam kamus Umum Bahasa Malaysia menyebutkan etika merupakan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak(moraliti). Sebagai kata sifat, moral mengandungi makna berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk (Rinjin, 2004;5). Diharapkan dengan etika perniagaan manusia boleh melakukan perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk. Secara sederhana yang dimaksud dengan etika perniagaan adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan perniagaan, yang merangkumi seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.Gorda (2004;2) menyatakan di dalam etika terkandung semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal dan bahkan berusaha untuk mencapai mutu kerja sebaik mungkin. Mengerjakan sesuatu secara optimal berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakini(dharma) dan berupaya menghindari yang tidak baik(asubha-karma). Etika terbentuk dari seperangkat nilai dan perilaku yang bermoral yang bersumber secara langsung atau tidak langsung dari ajaran agama (dalam hal ini agama Hindu). Kesemuanya ini merangkumi bagaimana kita menjalankan perniagaan secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku kerana didalam wilayah perniagaan sering diketemukan wilayah yang tidak diatur oleh hukum (grey-area.).
2.3.Moralitas Bisnis
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, ertinya kaedah-kaedah dari moral pelaku perniagaan sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku sendiri. Setiap agama mengajar umatnya untuk memiliki moral yang terpuji dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam berniaga. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan impak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan antara satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat lagi menguntungkan. Moral dan perniagaan perlu ada agar terdapat dunia perniagaan yang benar-benar menjamin kepuasan, baik pada pengguna mahupun pengeluar. Kenapa hal ini perlu? Antaranya ialah :
(a) manusia cenderung menghalalkan segala cara tanpa mepertimbangkan nilai-nilai etika dan moral untuk mencapai tujuan;
(b) eksploitasi manusia atas manusia lain sehingga sikap perilaku ini menimbulkan ketidaksamaan sosial;
(c) dengan pertimbangan efisiensi dan produktif, manusia cenderung mengeksploitasi alam secara berlebihan, rakus, dan tidak bertanggungjawab, sehingga perilaku demikian telah terbukti menimbulkan bencana alam dan membawa kesengsaraan manusia.
Isu yang memuncak adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia niaga yang bermoral, dunia ini akan menjadi suatu rimba global yang kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, fasal 33 untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud. Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahawa orang yang mendasarkan perniagaannya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan perniagaan. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berniaga tidak boleh ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut dan harus mampu diaplikasikan.
Lawrence Kohlberg didalam Menumbuhkan perniagaan yang beradab(Agung 2002:16) dalam penelitian terkenalnya mengenai moral diaplikasikan tiga tahap perkembangan moral yang biasa dilalui oleh manusia. Tahap pertama disebut prekonvensional.Pada tahap pertama ini ada dua tahap, iaitu pemenuhan keperluan jasmaniah dan kepuasan diri.Motivasi dari dua tahap ini adalah hukuman dan kepatuhan.Tahap kedua dalam perkembangan moral dinamakan konvensional,pada tahap ini tahap ini merupakan moraliti sudah bersumber pada orang lain (mencari panutan) dan bersosialisasi dengan peraturan,hanya saja bila sang panutan seorang penindas atau pemarah iapun ikut melegitimasi penindasan ataupun kekerasan. Sementara ukuran baik atau buruk, salah atau benar, adil atau sewenang-wenang alat ukurnya berdasarkan peraturan yang ada. Pada tahap tiga bernama pasacakonvensional berkembang dua tahap yang dinamakan kontrak sosial dan etis universal. Kontrak sosial berpandu pada pelayanan masyarakat. Apabila masyarakat sudah terlayani dengan seperangkat peraturan yang ada, manusia berhak mendapat gelaran manusia sosial. Sementara etis universal sudah pernah bermain pada tataran kebenaran yang dilandasi keputusan hati nurani dan prinsip etika universal. Etika Universal sudah tidak memnyatakan untung atau rugi tetapi sudah merupakan kewajipan yang melekat pada bidang pekerjaan.Kohlberg ada berbicara tentang perkembangan moral manusia, namun konsep Kohlberg ini sangat sesuai dengan upaya membidik perkembangan moral pelaku usaha.Dalam tingkat yang paling awal , pelaku usaha masih bermain pada pemenuhan kepuasan perusahaan dan pemilik, karyawan menjadi mesin poduksi yang tidak mempunyai hak, namun dipenuhi dengan kewajipan. Tujuan pokok adalah untuk mengembalikan modal perusahaan. Dengan semakin berkembangnya perusahaan , maka perusahaan mula memikirkan tanggungjawab sosialnya,namun sayangnya tanggungjawab sosial itu masih dipenuhi kuasa "pujian".Maksudnya, perusahaan menyisihkan labour kerana didesak oleh peraturan,atau bersosial kerana diberitakan secara besar-besaran di media. Kalau perusahan di Indonesia, nampak orientasinya masih kental dengan aroma untung atau rugi. Inilah tahap moral konvensional perusahaan. Ketika tahap konevensional sudah dilalui , perusahaan berkiprah pada pelayanan masyarakat dan bermain dengan etika universal. Tanggungjawab sosial tidak berlandaskan pada aturan atau sekadar alat public relation , tetapi perusahaan sudah memiliki tanggungjawab sosial untuk melayani masyarakat.Melayani masyarakat bukan semata kerana adanya labour atau rugi tetapi lebih merupakan kerja yang tidak berharap akan pujian (hasil)..Laba, adalah hasil dari perasaan keringat dalam melayani masyarakat, dengan demikian etika dan moralitas dijunjung tinggi oleh perusahaan
2.3.Adakah perniagaan mempunyai etika?
Pertanyaan ini muncul karena ada pandangan bahawa berniaga itu immoral atau tidak bermoral, kemudian pandangan ini lebih melunak dengan istilah berniaga itu amoral,maksudnya setiap orang boleh memisahkan moral dan perniagaan kerana moral dan berniaga merupakan dua dunia yang berbeza, dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan(Rinji, 2004;64). pandangan sebelum ini mendapat perlawanan terutama dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T.de George (Ali dan Fanzi, 1998;21), ia mengemukakan alasan-alasan kenescayaan etika berniaga seperti berikut. Pertama, perniagaan tidak dapat disamakan dengan permainan judi, dalam perniagaan memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan hanya wang,melainkan juga dimensi kemanusiaan, serta nama baik pengusaha dengan keluarganya, nasib semua karyawan dengan keluarganya,termasuk nasib orang lain pada umumnya, dan bahkan seluruh hidup pengusaha. Kedua, perniagaan adalah bahagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang, oleh kerana itu praktik beerniaga mensyaratkan etika disamping hukum positif sebagai standar acuan dalam mengambil keputusan dan kegiatan perniagaan.Dengan itu kegiatan perniagaan dapat dinilai dari sudut moral seperti kegiatan manusia lainnya.Ketiga, dilihat dari sudut pandang berniaga itu sendiri, praktik perniagaan yang berhasil adalah yang memperhatikan norma-norma moral masyarakat atas produk atau jasa yang dijualnya. Keempat, etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris . Tindakan yang dilakukan oleh lebih banyak orang tidak otomatik bererti lebih baik. Sekalipun korupsi dan kolusi bermaharajalela dimana-mana, hal ini tidak dengan sendirinya dapat dibenarkan secara etis.
Kepekaan publik terhadap etika dan moralitas berniaga telah memunculkan upaya-upaya baru untuk menjadikan kesedaran etis sebagai bahagian integral dari kebudayaan perusahaan.Laporan dari Business Round Table di Amerika Serikat pada tahun 1988 menyebutkan fenomena kebangkitan kembali kesedaran etis dalam praktek berniaga sebagai " a movement of conscience" dikalangan para pemimpin kunci di dunia bisnis. Pertemuan di atas sampai kepada simpulan bahwa etika dan moralitas bisnis bersifat esensial bagi perniagaan yang baik, bahkan bagi kelangsungan hidupnya.Praktek berniaga yang cenderung meminggirkan etika dan moralitas mulai digugat tidak saja oleh konsumennya tetapi juga oleh pelaku sendiri yang sudah bosan dengan praktek niaga kotor. Sehingga memunculkan etika dan moralitas niaga sebagai hal yang baru.Wacana etika dan moralitas bisnis ini sederhana yakni keseimbangan antara nilai-nilai bisnis dan nilai-nilai moral.(Agung 2002;16)
III.PENUTUP
Agama Hindu memang mengatur artha sebagai salah satu tujuan umat Hindu sehingga dengan artha bisa dipergunakan untuk memenuhi keperluan(kama) dan dilandasi oleh kebajikan dan kebenaran(dharma) sehingga keseimbangan jasmani maupun rohani tercapai. Untuk memperoleh artha tentunya memerlukan konsep yang jelas tentang bidang apa yang akan dikerjakan dan apakah keahlian dan kemampuan dirinya mendukung untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Apabila hal yang mendasar ini sudah dipenuhi maka selanjutnya perlu dipikirkan visi dan misi dari kegiatan usahanya, membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang, membuat analisis eksternal dan internal dirinya serta melakukan analisa pilihan strategi untuk memasuki pasar.Didalam Pasar yang penuh dengan intrik,tekanan,persaingan maka pelaku hendaknya memiliki etika sebagai sikap perilaku dan moral sebagai ahklak yang mampu untuk membedakan perbuatan baik atau buruk dan hal yang benar maupun hal yang salah. Memang muncul suatu keraguan apakah mungkin etika dan moralitas diterapkan di dalam perniagaan?.Kembali kepada individu tersebut apakah memiliki kemahuan untuk melaksanakan? kerana perniagaan yang beretika dan bermoral akan memberikan keuntungan selain dalam bentuk uang juga nilai spiritual sehingga usaha boleh bertahan untuk jangka waktu lama, mampu menjaga lingkungan sosial sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan, serta memberikan kesejahteraan untuk pegawai,keluarga dan juga kepuasan kepada pelanggan.
Agama Hindu melalui Rg Weda jelas sudah memberikan jalan bagi manusia untuk memperoleh artha dengan cara yang benar serta menggunakan hati nurani dan pengetahuan moderpun telah mendukung etika dan moralitas sangat penting didalam perniagaan sehingga tujuan agama Hindu Moksartham jagadhitaya ca iti dharma boleh tercapai.

Persoalan yang perlu difikir-fikirkan?

Nilai dan etika adalah elemen penting dalam pengurusan dan pentadbiran. Perkara ini diakui oleh ahli sejarah dan tokoh falsafah sains sosial sebagai faktor penting dalam mengawal kegiatan yang tidak bertanggungjawab. Di Malaysia, kesedaran masyarakat terhadap ketidakpuasan terhadap amalan yang tidak bermoral dalam pengurusan merupakan fenomena yang agak baru. Menyedari hakikat bahawa kecemerlangan pengurusan adalah bergantung kepada sejauhmana beretikanya kakitangan dalam perkhidmatan, khususnya dalam mencapai wawasan negara, maka kerajaan telah memperkenalkan pelbagai slogan dan akta untuk mencapai matlamat tersebut.2 Penerapan nilai nilai Islam adalah yang terpenting diberikan perhatian, kerana perlanggaran etika sering dikaitkan dengan persoalan keperihatinan terhadap agama. Persoalannya, adakah persoalan etika hanya dikhususkan kepada kakitangan beragama Islam semata dan tidak melibatkan penganut agama lain.

INGATLAH...




sabda Rasullullah S.A.W, ''ceburilah kegiatan perniagaan kerana didalamnya terdapat sembilan persepuluh sumber rezki'' (al-tarmizi)





UJI MINDA

1) Apakah yang anda fahami dengan agama dan perniagaan?

2) Mengapakah Perniagaan menjadi sumber pendapatan utama kepada kaum cina sejak dulu lagi?

3) Adakah Malaysia mampu menghasilkan seorang usahawan yang terulung dengan memberi sokongan dan sumber modal tanpa mengira kaum dan agama seseorang yang menceburinya?



TANGGUNGJAWAB PENIAGA

1.Menunaikan solat lima waktu.

Usahawan perlu menunaikan solat lima waktu setiap hari.Solat adalah tiang agama yang perlu ditunaikan di mana sahaja berada.Ramai usahawan mengabaikan solat lima waktu kerana terlalu sibuk berniaga. Mementingkan wang sehingga mengabaikan solat.Usahawan tidak pernah memandang nasib pada masa hadapan iaitu akhirat.

Lihatlah berapa ramai usahawan yang menjalankan perniagaan di pasar malam,kedai-kedai,gedung perniagaan dan lain-lain leka serta cuai dalam menunaikan solat. Ketika azan berkumandang,usahawan sibuk menjalankan tugas dan mesyuarat demi mengejar keuntungan dan kekayaan.Meninggalkan solat adalah perkara biasa kepada segelintir usahawan. Apabila usahawan meninggalkan solat,ianya menunjukkan usahawan tidak memahami tujuan kehidupan dan pengertian ibadat kepada Allah. Dalam fikiran usahawan hanya wang dan harta. Usahawan yang mahu keredaan Tuhan dan rasul-Nya perlu menunaikan solat lima waktu ketika sibuk,susah atau senang.Bumi Malaysia yang luas dan kaya ini tidak kurang terdapat masjid,surau untuk kemudahan orang islam.Malah orang islam boleh menunaikan solat di mana sahaja,asalkan bersih. Meninggalkan solat kerana terlalu sibuk dengan perniagaan adalah alasan yang tidak diterima Allah di akhirat.

Manusia yang sentiasa berterima kasih kepada Allah ialah manusia yang menunaikan perintah Tuhan walau di mana pun berada.Menunaikan solat adalah kewajipan kepada orang islam yang mukallaf.Menunaikan solat bukan mengambil masa yang lama dan panjang. Luangkanlah masa mengerjakan solat.Jadilah usahawan yang diredai Allah dan nabi-Nya. Apalah guna mendapat rezeki yang banyak,memandu BMW,tinggal di banglo mewah,memiliki suami atau isteri yang cantik,mendapat anak-anak yang sihat, mampu melancong sana sini tetapi di dalam kubur nanti menerima pukulan mungkar dan nangkir, manakala akhirat kelah dihumban ke neraka. Itulah balasan usahawan yang mengabaikan solat.

2.Mementingkan rezeki halal.


Perniagaan mempunyai pelbagai cabang.Islam hanya menghalalkan segala jenis perniagaan yang bersih.Sikap usahawan yang tidak pernah mengambil berat isu halal haram adalah usahawan yang tidak mementingkan agama. Menjual dadah, arak, mengamalkan rasuah, judi, menipu, menyembunyikan aib produk,menjual produk tarikh luput, monopoli, menyorok barang adalah antara contoh perniagaan yang dilarang sama sekali.Namun segelintir usahawan mahu cepat kaya dan mahu mengambil jalan pintas.

Wujud juga sesetengah usahawan yang menjalankan perniagaan halal seperti membuka restoran dan kedai makan tetapi tidak mementingkan sumber yang halal. Ada yang menjual ayam yang tidak disembelih dengan syariat dan cara yang betul,tidak membasuh telur dengan bersih kemudian memegang dan membuat roti canai,menggunakan susu dan bahan minuman yang telah luput tarikh,menipu dalam kiraan harga, menjual makanan yang telah basi dan lain-lain. Segala perbuatan tersebut jelas menyebabkan rezeki yang diperolehi usahawan menjadi tidak halal walaupun asal perniagaan adalah halal.

Begitu juga usahawan yang menipu dalam timbangan dan sukatan kerana mahu mengaut lebih keuntungan.Ada juga usahawan yang menjual emas yang telah dicampur dan mendakwa ianya asli dan tulin. Pelbagai usaha dan langkah dilakukan usahawan untuk mengaut keuntungan tanpa mengira perbuatan tersebut adalah salah. Usahawan yang mahu mendapat keredaan Allah perlu menjalankan perniagaan dengan cara yang jujur, amanah, bersih dan suci. Usahawan yang mementingkan rezeki yang halal adalah usahawan yang diakui Tuhan sebagai usahawan yang taat dan mendapat balasan baik di akhirat nanti.

Janganlah mementingkan keuntungan sehingga mengabaikan faktor halal dan haram. Rezeki yang haram akan membawa usahawan ke neraka nanti. Berusahalah menjalankan perniagaan yang halal dan pastikan perniagaan mendapat berkat dan bersih.

3.Sentiasa benar.

Kebanyakan usahawan berpendapat jika seseorang mahu berjaya dalam perniagaan perlu belajar menjadi penipu dan pembohong.Sifat berbohong dan menipu akan melariskan perniagaan. Memang tidak dinafikan berbohong akan mudah melariskan jualan dan memajukan
perniagaan kerana pelanggan mudah percaya dan tertarik dengan apa yang dikatakan usahawan. Walaubagaimanapun sikap berbohong dan menipu adalah sikap yang dibenci oleh Allah.Islam tidak pernah menghalalkan perbuatan berbohong untuk melariskan perniagaan.

“Berkatalah benar walau pahit sekalipun”, begitulah sabda nabi. Dan sebuah hadis bermaksud “Benar itu membawa kepada kebenaran dan kebenaran itu membawa kepada syurga”. Kedua-dua hadis tersebut jelas menunjukkan kepentingan sifat benar. Usahawan yang mahu mendapat keredaan Tuhan perlu sentiasa benar dalam apa jua yang dilakukan samaada dalam kehidupan seharian atau perniagaan. Jangan mengharapkan jualan yang laris dengan sikap berbohong. Berbohong akan menyebabkan rezeki yang diperolehi menjadi haram dan tidak berkat. Matlamat usahawan islam ialah hala dan berkat. Berbohong untuk mendapatkan keuntungan dan kemajuan dalam perniagaan tidak membawa keberkatan dan keredaan Tuhan.
Usahawan perlu sentiasa benar dalam apa jua keadaan. Jangan mengikut teladan sesetengah usahawan yang suka berbohong kerana perbuatan tersebut akan membawa musibah kepada usahawan nanti.Sifat buruk tersebut patut tiada dalam hidup usahawan islam yang mahu cemerlang.

Sentiasalah benar dalam perniagaan. Jangan menipu dan berbohong kerana tamakkan keuntungan.Jangan jadikan rezeki itu haram dan tidak berkat. Jangan campakkan diri dalam kerosakan akibat berbohong dan berdusta.

4.Mengutamakan hak pengguna.

Usahawan yang diredai Allah dan nabi-Nya adalah usahawan yang menjalankan perniagaan bukan semata-mata mengaut keuntungan tetapi juga mementingkan hak pengguna.Usahawan yang menjual daging ayam yang tidak disembelih dengan betul dan menepati syariat ialah usahawan yang tidak menghormati hak pengguna. Usahawan yang menjual dengan harga terlampau tinggi adalah usahawan yang tidak menghormati pengguna. Usahawan yang memuji kualiti produk melebihi kualiti sebenar adalah tidak bertanggungjawab.Usahawan yang menjual produk tiruan adalah tidak bertanggungjawab. Usahawan yang menjual produk yang membahayakan pengguna adalah tidak bertanggungjawab.Usahawan yang menyembunykan aib produk adalah tidak bertanggungjawab.

Usahawan yang bertanggungjawab dan menjaga hak pengguna tidak akan melakukan sebarang perbuatan yang menyusahkan pengguna dan pelanggan. Ketamakkan sesetengah usahawan mencari keuntungan sehingga sanggup melakukan apa sahaja dalam perniagaan sehingga menyusahkan pengguna dan pelanggan. Malah ada syarikat besar mencipta dan menjual produk yang memberi pelbagai kesan sampingan kepada pengguna. Sebagai contoh, Viagra. Walaupun produk tersebut mampu memberi tenaga istimewa kepada lelaki tetapi telah banyak berlaku kematian dan serangan jantung kepada pengguna.Ini menunjukkan syarikat berkenaan tidak bertanggungjawab kepada pengguna.

Pelbagai jamu,pil kesihatan keluaran tempatan dan luar negara dijual dipasaran. Kebanyakan usahawan tidak mengendahkan keselamatan pengguna. Apa yang penting ialah keuntungan. Walaupun pelbagai usaha dilakukan oleh kerajaan seperti mengharamkan produk yang berbahaya dan memberi kesan sampingan tetapi usahawandegil tetap mahu menjual dan boleh didapati di mana-mana dengan mudah.

Setiap manusia adalah pengguna.Begitulah juga dengan usahawan. Setiap usahawan perlu berhati-hati dalam perniagaan agar tidak melakukan perkara yang boleh menyusahkan pengguna.Usahawan yang mementingkan hak pengguna adalah usahawan yang diredai Tuhan.

5.Menunaikan zakat.

Islam adalah agama sederhana dan tidak menyusahkan umatnya. Zakat adalah rukun islam,namun ianya hanya diwajibkan kepada orang yang mampu sahaja. Apabila usahawan mampu dan layak mengeluarkan zakat,maka usahawan perlu mengeluarkan zakat. Wujud usahawan yang tidak menunaikan zakat walaupun layak. Alasannya ialah mahu menggunakan wang tersebut ke arah lain seperti melancong, membeli perhiasan,membeli barang kemas dan lain-lain. Usahawan degil merasa rugi mengeluarkan zakat walaupun tahu zakat itu wajib. Usahawan yang mahu keredaan Allah tidak akan mengabaikan zakat. Usahawan cemerlang akan memiliki akaun untung-rugi setiap tahun supaya dapat mengesan perniagaan. Mempunyai akaun akan membantu usahawan agar tahu sama ada layak atau tidak membayar zakat. Ketika zaman nabi masih hidup, wujud usahawan yang degil dan enggan membayar zakat walaupun tahu ianya wajib. Ini menunjukkan telah wujud usahawan tamak dan rakus ketika baginda masih hidup. Apa lagi pada zaman ini.

Zakat akan membersihkan harta dan memberi banyak manfaat kepada orang memerlukan seperti orang miskin, orang cacat, fakir dan lain-lain. Usahawan perlu mempunyai akaun kira perniagaan dan membayar zakat jika layak jika mahu menjadiusahawan cemerlang dan diredai Tuhan. Malah harta zakat akan menjadi saksi nanti diakhirat kepada usahawan.

6.Sentiasa bersyukur.

Kebiasaannya manusia akan gembira bila mendapat nikmat dan kecewa dan sedih apabila ditimpa kesusahan dan masalah.Begitulah dengan usahawan. Usahawan perlu belajar menjadi manusia bersyukur ketika susah dan senang. Usahawan perlu bersyukur ketika perniagaan menampakkan kemajuan dan tidak kecewa apabila mengalami kemerosotan. Usahawan yang bersyukur akan merasakan kemerosotan sebagai ujian dan dugaan dari Allah.

Menjadi usahawan yang bersyukur akan membersihkan usahawan daripada segala sifat keji dan hina seperti hasad dengki, sombong, takabbur, ego dan mementingkan diri sendiri. Sifat syukur juga akan mendidik usahawan menjadi manusia yang sentiasa merendah diri. Usahawan perlu sentiasa bersyukur agar diredai Allah dan nabi-Nya.Jangan hanya tahu bersyukur apabila mendapat kesenangan tetapi menyalahkan Tuhan apabila ditimpa kesusahan dan masalah.

7.Sentiasa bertaubat.

Tiada manusia yang bersih tanpa noda,tidak terkecuali usahawan.Bertaubat adalah jalan membersihkan diri.Manusia sering lalai dan lupa.Manusia sering ditipu oleh nafsu dan syaitan. Usahawan perlu sering bertaubat untuk membersihkan diri.Jangan jadi usahawan yang suka menipu dan melakukan perbuatan haram,kemudian bertaubat untuk menghalalkan harta perniagaan. Ianya taubat yang tidak bernilai di sisi Tuhan. Harta haram tetap haram.I anya tidak akan menjadi halal walau ribuan zikir taubat dilaungkan. Justeru usahawan perlu menjauhkan perbuatan dan cara perniagaan yang haram. Amalkan cara dan panduan perniagaan berlandaskan suruhan dan ajaran agama.

8.Menjaga perhubungan baik dengan manusia.

Usahawan banyak berinteraksi dengan pengguna dan pelanggan. Justeru usahawan perlu menjaga hubungan baik.Bukan sahaja bermatlamat keuntungan dalam perniagaan tetapi mahu mengekalkan silaturahim,persaudaraan dan kemanusiaan. Usahawan perlu menjauhkan sikap yang menyakiti manusia lain seperti menggunakan perkataan kesat, sindiran, penghinaan dan lain-lain. Usahawan juga tidak patut memandang rendah kepada manusia lain terutama orang miskin dan hina. Sikap sombong dan ego terutama berhadapan manusia serba kekurangan patut dijauhi. Lihatlah bagaimana kereta mewah menghimpit penunggang motosikal, begitulah sikap manusia ego dan tidak bertanggungjawab.

Usahawan perlu menjaga tingkah laku dan perbuatan agar tidak dibenci manusia lain. Profesion usahawan bukanlah peluang menunjukkan kehebatan dan kebanggaan tetapi adalah cara mencari rezeki halal dan mendapat keredaan Tuhan disamping menjaga hubungan baik dengan manusia.

9.Berjasa.

Sebuah hadis bermaksud “Sebaik-baik manusia ialah orang yang paling bermanfaat kepada manusia lain”.Justeru usahawan boleh menjadi manusia yang paling banyak berjasa kepada manusia lain kerana usahawan dilimpahkan rezeki yang lebih banyak berbanding manusia yang makan gaji. Pelbagai perbuatan baik boleh dilakukan usahawan jika mahu berjasa. Binalah perpustakaan persendirian di kawasan anda dan beri peluang pelajar dan orang ramai memanfaatkannya. Bantulah anak yatim dan pelajar miskin.Bantulah ibu atau bapa tunggal yang susah.

Binalah perhentian bas. Berilah sumbangan untuk membina dewan, surau, tempat permainan dan lain-lain. Terlalu banyak perkara dan benda boleh dilakukan usahawan jika mahu menjadi manusia berjasa. Usahawan perlu mengejar keuntungan dan kekayaan, namun usahawan perlu berjasa kepada negara dan manusia lain.Jangan sia-siakan kekayaan dan keuntungan. Jadilah
usahawan yang dikenang kerana kebaikan,bukan usahawan yang banyak menghabiskan harta keuntungan di tempat maksiat dan dosa.

10.Membantu usahawan lain.

Jika anda berjaya dan cemerlang dalam perniagaan,bersyukurlah kepada Allah. Buktikan kasih sayang anda kepada bangsa dan agama dengan membantu usahawan lain supaya berjaya seperti anda. Andai anda berpeluang dan mempunyai kelapangan, manfaatkan masa untuk memberi ceramah kepada usahawan terutama usahawan baru, menulis artikel tentang perniagaan di akhbar dan majalah, menulis buku tentang perniagaan. Berikanlah ilmu, kemahiran, pengalaman dan pengetahuan kepada usahawan lain. Ramai usahawan menunggu buku karangan usahawan terkenal seperti Tun Daim Zainuddin, Tan Sri Halim Saad, Datok Saleh Sulong dan lain-lain.

Berikan idea dan pengalaman berguna kepada usahawan lain.Sekiranya tidak mampu membantu dengan wang ringgit,berikanlah ilmu.Ini berdasarkan sebuah pepatah cina yang bermaksud “Apabila seseorang meminta ikan, jangan beri ikan tetapi berilah pancing dan ajarkan dia memancing ”.

11.Menjauhi maksiat.

Usahawan perlu mengelakkan perbuatan dosa terutama sekali dosa-dosa besar. Melakukan pelbagai dosa dan maksiat akan menjadikan usahawan manusia yang tidak mencintai agama. Ramai usahawan menghabiskan masa bermain golf sehingga melupakan solat. Begitu juga ada yang berseronok dengan pelacur di negara jiran. Tidak kurang juga yang meminum arak, berjudi, mengamalkan sihir dan tangkal.

Pelbagai dosa dilakukan tanpa memikirkan implikasi di hari akhirat. Usahawan perlu menjauhi maksiat.Nikmat rezeki yang halal dan bersih tidak sepatutnya dibelanjakan ke jalan yang tidak baik dan merosakkan agama. Sayangi wang dan harta dan pastikan ia membawa ke arah kebaikan.

12.Tidak melakukan sabotaj.


Usahawan perlu mengelakkan perbuatan sabotaj kepada usahawan lain. Melakukan perbuatan sabotaj boleh merosakkan perniagaan orang lain dan menutup periuk nasi mereka. Usahawan yang mahu diredai Allah tidak akan melakukan perbuatan sabotaj dan meruntuhkan perniagaan orang lain. Hadapi segala masalah perniagaan dengan cara yang bersih dan beretika.

13.Membayar pinjaman.

Ramai usahawan mendapat peluang pinjaman dari pelbagai badan dan agensi kerajaan dan swasta.Usahawan perlu bijak memanfaatkan peluang pinjaman untuk membesarkan dan memajukan perniagaan dan berusaha melangsaikan pinjaman sebagaimana perjanjian. Masih ramai usahawan degil dan mementingkan diri sendiri. Ada yang sengaja melewatkan pembayaran pinjaman sedangkan mampu.Usahawan perlu membayar pinjaman demi memberi peluang usahawan lain merasa wang pinjaman membesarkan perniagaan. Demikianlah beberapa ciri usahawan yang menepati ajaran agama.

Usahawan islam perlu menjadi manusia yang benar-benar mendapat keredaan Tuhan dan rasul. Jangan jadi usahawan yang tamak,rakus,mementingkan diri,kaki maksiat dan dibenci manusia. Pastikan setiap langkah dalam perniagaan membawa kebaikan kepada diri dan keluarga. Pastikan perniagaan memberi banyak faedah kepada diri sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara.

Didiklah diri menjadi usahawan yang maju dalam perniagaan dan mendapat keredaan Tuhan dan nabi-Nya.Keredaan Tuhan adalah harta dan bekalan yang amat berharga di akhirat nanti. Apalah guna kereta mewah, rumah banglo, emas permata……..ianya akan ditinggalkan. Yang kekal dan berguna kepada diri ialah keredaan Tuhan


AGAMA & ETIKA : 'PRINSIP TIDAK MEMUDARATKAN' ATAU 'NO INJURY PRINCIPLE'

Dalam menggariskan etika perniagaan, Islam menjadikan 'Prinsip Tidak Memudaratkan' atau 'No Injury Principle' sebagai asas penting. Prinsip ini merujuk kepada peraturan yang meggerakkan tindakan dan gelagat pimpinan serta pihak bawahan dalam hubungan sesama mereka dan yang memberi kesan di luar organisasi. Hubungan yang berasaskan prinsip 'tidak memudaratkan' ini menghalang atau mengurangkan sifat atau tindakan negatif terhadap orang lain, dengki mendengki, mementingkan diri sendiri atau tindakan yang boleh menyebabkan berlakunya ketidakadilan terhadap seseorang. Ia juga merujuk kepada kesan produk atau perkhidmatan terhadap pengguna dan alam sekitar.

Prinsip ini bersifat universal dan boleh dipraktikkan dalam semua aspek dan dimensi kehidpan manusia. Ia bukan sahaja melarang tindakan atau sikap yang memudaratkan orang lain tetapi juga memudaratkan diri sendiri. Apabila seseroang atau satu organisasi itu berusaha untuk tidak memudaratkan diri sendiri atau orang lain kehiudpan dan kegiatanya menjadi seimbang, keberkatan ilahi dan kecemerlangan dalam pencapaian matlamat perniagaan dapat di perolehi.

Dalam konteks pengeluaran dan perkhidmatan pengamatan prinsip 'tidak memudaratkan' ini akan memastikan bahawa sesebuah oraganisasi perniagaan atau syarikat itu tidak terlibat dalam perkara-perkara yang memudaratkan perkembangan mental, emosi, spiritual dan fizikal masyarakat dan individu. Aspek pemeliharaan alam sekitar juga akan diberi penekanan yang sewajarnya. Pengguna akan dapat kualiti produk dan perkhidmatan yang dikehendaki.

Rasulullah s.a.w bersabda:
"Tidak mudarat dan tidak memudaratkan"
Ini bersesuaian dengan tujuan Syariat Islam diturunkan untuk memelihara lima perkara asas iaitu agama, nyawa, akal, keturunan dan harta. Segala perkara yang memelihara mana-mana perkara asas ini digalakkan (masa'lih) dan segala yang boleh memberi kesan negatif kepada salah satu daripada kelima-lima ini dilarang (mafa'sid).

Oleh itu Islam menekankan aspek kualiti dalam bentuknya yang menyeluruh. Prinsip 'tidak memudaratkan' akan meningkatkan kualiti produk dan perkhidmatan.

Dalam aspek pengurusan organisasi korporat prinsip ini sekiranya diserapkan di semua pringkat organisasi akan menjadi faktor motivaasi yang mendorong anggota-anggotanya untuk terlibat secara bersungguh-sungguh dalam menignkatakan produktiviti dan kualiti. Peter Drucker dalam buku beliau 'Managemant: Tasks, Responsibilities, Practices' telah menekankan bahawa profesionalisme dalam perniagaan menuntut supaya dipraktikkan 'Principle of nonmaleficence' atau 'do no harm'. Atas prinsip ini beliau membuat kesimpulan bahawa terdapat ramai eksekutif yang tidak bertindak secara profesional dalam kegiatan perniagaan mereka.

Pembentukan budaya korporat yang sihat akan terjejas sekiranya prinsip 'tidak memudaratkan' atau 'do no harm' tidak diamalkan.

Dalam menjalankan kegiatan perniagaan seseorang usahawan muslim itu seharusnya memastikan bahawa peraturan-peraturan berikut dipatuhi sesuai dengan prinsip tidak memudaratkan:

Niat Yang Betul
Seseorang usahawan muslim harus memastikan bahawa niatnya hanyalah untuk mencapai tujuan yang telah disebut diatas dan agar dia mendapat keredhaan Allah s.w.t. dalam segala aspek kehidupannya.
Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah yang bermaksud:

`sesungguhnya amal itu bermula dengan niat'
Al-Adl Wal Ihsan

Salah satu daripada etika penting dalam perniagaan ialah melaksanakan `Al-Adl Wal Ihsan' atau keadilan dan ihsan.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur'an:
`sesungguhnya Allah menyuruh melakukan keadilan dan berbuat kebajikan serta memberi karib kerabat, dan melarang berbuat yang keji dan yang mungkar dan kezaliman. Dia mengajarkan kepadamu agar kamu mendapat peringatan'(surah an-nahl, ayat 90).






CIRI-CIRI ETIKA PERNIAGAAN

1. Jujur. Seorang peniaga atau sebuah perniagaan tidak akan menipu para pelanggan mereka. Mereka bercakap apa yang benar dan menyatakan kekurangan barangan jika ada, sebaliknya tidak menyembunyikannya.
Peniaga yang jujur juga menjual barangan yang baik-baik sahaja dan tidak menjual sesuatu yang sudah rosak atau sudah tidak boleh dipakai lagi tanpa pengetahuan pembeli. Umpama menjual buah, mereka sama-sekali tidak mencampur-adukkan dengan buah-buah yang buruk bersama dengan yang baik.

2. Tidak mementingkan diri sendiri. Sebuah perniagaan yang baik bukan hanya mahu keuntungan semata-mata. Hakikatnya berniaga adalah salah satu cabang usaha yang mulia kerana ia memenuhi kehendak dan keperluan manusia. Dari asas kefahaman itulah, usahawan atau peniaga yang beretika lebih mementingkan kesenangan orang lain.
Tidaklah bermakna tidak perlu untung jika beretika, tetapi selain mendapat keuntungan, para pelanggan juga mendapat manfaat yang baik daripada barang yang dijual tersebut.

3. Menjual barang yang halal sahaja. Di dalam Islam, salah satu aspek yang diutamakan ialah barangan yang bermanfaat, bersih atau dalam bahasa yang mudah, bukan sesuatu yang membahayakan.
Halal ini bukan hanya untuk orang Islam semata-mata, tetapi ia amat sesuai untuk semua manusia di dunia ini kerana ia menjaga manusia daripada kemelaratan diri dan jiwa.
Maka, para peniaga yang beretika perlulah menjual atau meniagakan sesuatu yang bermanfaat sahaja dan jangan sesekali melibatkan diri dengan perniagaan yang haram di sisi Agama. Contohnya menjual dadah, barangan curi, makanan yang jelas diharamkan oleh Agama dan apa sahaja yang membahayakan para pembeli.

4. Tiada unsur judi, riba, meragukan atau perkara merugikan sebelah pihak. Sebuah perniagaan yang mempunyai etika yang baik ialah tidak mengenakan apa-apa faedah (bunga/riba) kepada para pelanggannya, bahkan memberikan kemudahan yang bersesuaian.
Dalam aspek yang lain pula contohnya seperti harga. Seorang peniaga yang baik sama-sekali tidak cuba meletakkan harga yang tidak masuk akal atau dalam bahasa yang lain, harga yang mencekik darah.
 
5. Tidak memonopoli. Perkara ini amat ditegah di dalam Islam. Jika mengikut etika perniagaan yang baik, seorang peniaga tidak harus memonopoli sesuatu barangan. Sebaliknya Islam menggalakkan saling bantu membantu di antara satu sama lain.
Contoh monopoli di sini ialah seperti sebuah perniagaan menggunakan segala kuasa yang ada pada mereka untuk menaikkan harga, atau menyalahgunakan kekuatan yang mereka ada untuk menyekat orang lain melakukan sesuatu yang sama seperti mereka. Akhirnya, hanya mereka sahaja yang untung dan orang lain hanya dieksploitasi sewenangnya.
Di dalam perniagaan, hubungan yang wujud bukan hanya peniaga dan pembeli, malah peniaga dengan peniaga yang lain juga perlu menjalinkan satu hubungan yang baik. Bersaing secara baik dan saling membantu jika peniaga yang lain menghadapi masalah.