Selasa, 21 Januari 2014

ETIKA DAN MORAL DALAM PERNIAGAAN MENURUT PERSPEKTIF HINDU

Dharma mullah sadaiwartah Dharma sadai wartah Kamartha phalam utyata Santiparwa 123.4
Meskipun Artha dikatakan sebagai alat Kama Tetapi Artha selalu dikatakan sebagai sumber Dharma
I.PENDAHULUAN
Tujuan hidup manusia berdasarkan Agama Hindu adalah Moksartham jagadhitaya ca iti dharma. Moksa bermaksud ketenteraman batin atau kehidupan abadi ,dharma atau mencapai jagadhita dan Moksa. Jagadhita bermaksud kesejahteraan jasmani. Ajaran ini digambarkan dalam konsep Catur Purusartha.(Suhardana2007:1). Ada empat tujuan hidup yang terjalin dengan erat adalah :
1. Dharma 2. Artha 3. Kama 4. Moksa
Artha sebagai tujuan hidup dan umat Hindu tidak akan terlepas dari kesemua konsep di atas. Artha akan mengirim seseorang untuk melaksanakan keinginannya(kama) dan seseorang melaksanakan kewajipannya dengan artha yang diperoleh untuk mencapai keseimbangan jasmani dan rohani (moksa). Seberapa upaya untuk memperoleh artha dengan berlandasakan dharma tentunya tidak akan terlepas dari moral dan spriltual. Artha yang diharapkan boleh diperoleh dengan melakukan pekerjaan yang baik (dijalan Dharma) dengan usaha sendiri ataupun yang dikembangkan dalam struktur organisasi (perusahaan) yang kesemuanya dikenal dengan perniagaan.Raymond E. Glos dalam business in instruction(2000:4) menyatakan terdapat dua maksud mengenai berniaga, pertama perniagaan merupakan kegiatan sendiri dan kedua, perniagaan merupakan sebuah perusahaan.Perniagaan dalam maksud pertama, yakni perniagaan merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industri yang menyediakan barang dan khidmat untuk keperluan mempertahankan dan memperbaiki mutu serta kualiti hidup mereka. Maksud perniagaan yang kedua dinyatakan perusahaan dapat disamakan dengan perniagaan sehingga dapat didefinisikan sebagai organisasi yang memproses perubahan keahlian dan sumber daya ekonomi menjadi barang dan perkhidmatan bagi memenuhi kehendak pelanggan. Motivasi yang utama kegiatan perniagaan adalah labour yang didefinisikan sebagai perbezaan antara penghasilan dan pembiayaan yang dikeluarkan (Husein Umar 2000:4).
II Etika perniagaan
2.1.Berjuang melalui kerja
Terjemahan dari Rgweda X.31.2 tentang bagaimana mencari kekayaan dengan cara yang betul:
Seharusnya orang memikirkan kekayaan dan berjuang untuk memperolehnya dengan cara yang betul dan disertai dengan doa, dan seharusnya ia menggunakan hati nuraninya dan dengan penuh semangat berusaha meningkatkan kemampuannya.
berdasarkan perkara di atas untuk mendapatkan harta maka manusia berjuang, maksud berjuang disini menunjukkan bahawa melalui kerja akan diperoleh hasil. Maka, untuk melakukan kerja seseorang memerlukan konsep yang jelas tentang bidang apa yang akan dilakukan dan apakah keahlian dan kemampuan dirinya mendukung dan melaksanakan pekerjaan tersebut. Apabila hal yang berdasarkan ini sudah dipenuhi maka selanjutnya perlu dipikirkan visi dan misi dari kegiatan usahanya, membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang, membuat analisis luaran dan dalaman dirinya serta melakukan analisa pilihan strategi untuk memasuki pasaran. Begitu kita memasuki pasar sebagai tempat pertemuan penjual dengan pembeli maka ertinya kita sudah memasuki rimba yang penuh dengan tentangan, persaingan, ketidakpastian pasaran, kelompok usaha yang sama dan juga mereka yang menjadi pesaing kita.Tidak jarang kita merasa adanya tekanan pasaran,adanya penipuan yang dilakukan teman,pesaing dengan strategi promosi yang menjatuhkan pesaing yang lain dan adanya kepentingan untuk menjadi market leader (pemimpin pasar). Kesemuanya tentu memerlukan agama dan moral manusia untuk menjaga diri sebagai bentuk pengendalian diri untuk tidak berbuat jahat dalam usaha, tidak mementingkan keuntungan sesaat sehingga mengorbankan perniagaan jangka panjang, menjaga komunikasi perniagaan yang santun dan bermartabat serta dilandasi moral untuk saling menjaga kelangsungan perniagaan.
2.2.Etika berniaga
Memperoleh kekayaan sesuai dengan Rg Weda tersebut di atas diharapkan manusia boleh memperoleh dengan cara yang betul disertai dengan doa. Cara yang benar tentunya berlandaskan etika dan moral. Konsep etika berasal dari bahasa Yunani, yang dalam bentuk tunggal adalah ethos dan dalam bentuk jamak ta etha(Bertens, 1974;4).Didalam kamus Umum Bahasa Malaysia menyebutkan etika merupakan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak(moraliti). Sebagai kata sifat, moral mengandungi makna berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk (Rinjin, 2004;5). Diharapkan dengan etika perniagaan manusia boleh melakukan perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk. Secara sederhana yang dimaksud dengan etika perniagaan adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan perniagaan, yang merangkumi seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.Gorda (2004;2) menyatakan di dalam etika terkandung semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal dan bahkan berusaha untuk mencapai mutu kerja sebaik mungkin. Mengerjakan sesuatu secara optimal berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakini(dharma) dan berupaya menghindari yang tidak baik(asubha-karma). Etika terbentuk dari seperangkat nilai dan perilaku yang bermoral yang bersumber secara langsung atau tidak langsung dari ajaran agama (dalam hal ini agama Hindu). Kesemuanya ini merangkumi bagaimana kita menjalankan perniagaan secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku kerana didalam wilayah perniagaan sering diketemukan wilayah yang tidak diatur oleh hukum (grey-area.).
2.3.Moralitas Bisnis
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, ertinya kaedah-kaedah dari moral pelaku perniagaan sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku sendiri. Setiap agama mengajar umatnya untuk memiliki moral yang terpuji dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam berniaga. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan impak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan antara satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat lagi menguntungkan. Moral dan perniagaan perlu ada agar terdapat dunia perniagaan yang benar-benar menjamin kepuasan, baik pada pengguna mahupun pengeluar. Kenapa hal ini perlu? Antaranya ialah :
(a) manusia cenderung menghalalkan segala cara tanpa mepertimbangkan nilai-nilai etika dan moral untuk mencapai tujuan;
(b) eksploitasi manusia atas manusia lain sehingga sikap perilaku ini menimbulkan ketidaksamaan sosial;
(c) dengan pertimbangan efisiensi dan produktif, manusia cenderung mengeksploitasi alam secara berlebihan, rakus, dan tidak bertanggungjawab, sehingga perilaku demikian telah terbukti menimbulkan bencana alam dan membawa kesengsaraan manusia.
Isu yang memuncak adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia niaga yang bermoral, dunia ini akan menjadi suatu rimba global yang kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, fasal 33 untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud. Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahawa orang yang mendasarkan perniagaannya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan perniagaan. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berniaga tidak boleh ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut dan harus mampu diaplikasikan.
Lawrence Kohlberg didalam Menumbuhkan perniagaan yang beradab(Agung 2002:16) dalam penelitian terkenalnya mengenai moral diaplikasikan tiga tahap perkembangan moral yang biasa dilalui oleh manusia. Tahap pertama disebut prekonvensional.Pada tahap pertama ini ada dua tahap, iaitu pemenuhan keperluan jasmaniah dan kepuasan diri.Motivasi dari dua tahap ini adalah hukuman dan kepatuhan.Tahap kedua dalam perkembangan moral dinamakan konvensional,pada tahap ini tahap ini merupakan moraliti sudah bersumber pada orang lain (mencari panutan) dan bersosialisasi dengan peraturan,hanya saja bila sang panutan seorang penindas atau pemarah iapun ikut melegitimasi penindasan ataupun kekerasan. Sementara ukuran baik atau buruk, salah atau benar, adil atau sewenang-wenang alat ukurnya berdasarkan peraturan yang ada. Pada tahap tiga bernama pasacakonvensional berkembang dua tahap yang dinamakan kontrak sosial dan etis universal. Kontrak sosial berpandu pada pelayanan masyarakat. Apabila masyarakat sudah terlayani dengan seperangkat peraturan yang ada, manusia berhak mendapat gelaran manusia sosial. Sementara etis universal sudah pernah bermain pada tataran kebenaran yang dilandasi keputusan hati nurani dan prinsip etika universal. Etika Universal sudah tidak memnyatakan untung atau rugi tetapi sudah merupakan kewajipan yang melekat pada bidang pekerjaan.Kohlberg ada berbicara tentang perkembangan moral manusia, namun konsep Kohlberg ini sangat sesuai dengan upaya membidik perkembangan moral pelaku usaha.Dalam tingkat yang paling awal , pelaku usaha masih bermain pada pemenuhan kepuasan perusahaan dan pemilik, karyawan menjadi mesin poduksi yang tidak mempunyai hak, namun dipenuhi dengan kewajipan. Tujuan pokok adalah untuk mengembalikan modal perusahaan. Dengan semakin berkembangnya perusahaan , maka perusahaan mula memikirkan tanggungjawab sosialnya,namun sayangnya tanggungjawab sosial itu masih dipenuhi kuasa "pujian".Maksudnya, perusahaan menyisihkan labour kerana didesak oleh peraturan,atau bersosial kerana diberitakan secara besar-besaran di media. Kalau perusahan di Indonesia, nampak orientasinya masih kental dengan aroma untung atau rugi. Inilah tahap moral konvensional perusahaan. Ketika tahap konevensional sudah dilalui , perusahaan berkiprah pada pelayanan masyarakat dan bermain dengan etika universal. Tanggungjawab sosial tidak berlandaskan pada aturan atau sekadar alat public relation , tetapi perusahaan sudah memiliki tanggungjawab sosial untuk melayani masyarakat.Melayani masyarakat bukan semata kerana adanya labour atau rugi tetapi lebih merupakan kerja yang tidak berharap akan pujian (hasil)..Laba, adalah hasil dari perasaan keringat dalam melayani masyarakat, dengan demikian etika dan moralitas dijunjung tinggi oleh perusahaan
2.3.Adakah perniagaan mempunyai etika?
Pertanyaan ini muncul karena ada pandangan bahawa berniaga itu immoral atau tidak bermoral, kemudian pandangan ini lebih melunak dengan istilah berniaga itu amoral,maksudnya setiap orang boleh memisahkan moral dan perniagaan kerana moral dan berniaga merupakan dua dunia yang berbeza, dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan(Rinji, 2004;64). pandangan sebelum ini mendapat perlawanan terutama dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T.de George (Ali dan Fanzi, 1998;21), ia mengemukakan alasan-alasan kenescayaan etika berniaga seperti berikut. Pertama, perniagaan tidak dapat disamakan dengan permainan judi, dalam perniagaan memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan hanya wang,melainkan juga dimensi kemanusiaan, serta nama baik pengusaha dengan keluarganya, nasib semua karyawan dengan keluarganya,termasuk nasib orang lain pada umumnya, dan bahkan seluruh hidup pengusaha. Kedua, perniagaan adalah bahagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang, oleh kerana itu praktik beerniaga mensyaratkan etika disamping hukum positif sebagai standar acuan dalam mengambil keputusan dan kegiatan perniagaan.Dengan itu kegiatan perniagaan dapat dinilai dari sudut moral seperti kegiatan manusia lainnya.Ketiga, dilihat dari sudut pandang berniaga itu sendiri, praktik perniagaan yang berhasil adalah yang memperhatikan norma-norma moral masyarakat atas produk atau jasa yang dijualnya. Keempat, etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris . Tindakan yang dilakukan oleh lebih banyak orang tidak otomatik bererti lebih baik. Sekalipun korupsi dan kolusi bermaharajalela dimana-mana, hal ini tidak dengan sendirinya dapat dibenarkan secara etis.
Kepekaan publik terhadap etika dan moralitas berniaga telah memunculkan upaya-upaya baru untuk menjadikan kesedaran etis sebagai bahagian integral dari kebudayaan perusahaan.Laporan dari Business Round Table di Amerika Serikat pada tahun 1988 menyebutkan fenomena kebangkitan kembali kesedaran etis dalam praktek berniaga sebagai " a movement of conscience" dikalangan para pemimpin kunci di dunia bisnis. Pertemuan di atas sampai kepada simpulan bahwa etika dan moralitas bisnis bersifat esensial bagi perniagaan yang baik, bahkan bagi kelangsungan hidupnya.Praktek berniaga yang cenderung meminggirkan etika dan moralitas mulai digugat tidak saja oleh konsumennya tetapi juga oleh pelaku sendiri yang sudah bosan dengan praktek niaga kotor. Sehingga memunculkan etika dan moralitas niaga sebagai hal yang baru.Wacana etika dan moralitas bisnis ini sederhana yakni keseimbangan antara nilai-nilai bisnis dan nilai-nilai moral.(Agung 2002;16)
III.PENUTUP
Agama Hindu memang mengatur artha sebagai salah satu tujuan umat Hindu sehingga dengan artha bisa dipergunakan untuk memenuhi keperluan(kama) dan dilandasi oleh kebajikan dan kebenaran(dharma) sehingga keseimbangan jasmani maupun rohani tercapai. Untuk memperoleh artha tentunya memerlukan konsep yang jelas tentang bidang apa yang akan dikerjakan dan apakah keahlian dan kemampuan dirinya mendukung untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Apabila hal yang mendasar ini sudah dipenuhi maka selanjutnya perlu dipikirkan visi dan misi dari kegiatan usahanya, membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang, membuat analisis eksternal dan internal dirinya serta melakukan analisa pilihan strategi untuk memasuki pasar.Didalam Pasar yang penuh dengan intrik,tekanan,persaingan maka pelaku hendaknya memiliki etika sebagai sikap perilaku dan moral sebagai ahklak yang mampu untuk membedakan perbuatan baik atau buruk dan hal yang benar maupun hal yang salah. Memang muncul suatu keraguan apakah mungkin etika dan moralitas diterapkan di dalam perniagaan?.Kembali kepada individu tersebut apakah memiliki kemahuan untuk melaksanakan? kerana perniagaan yang beretika dan bermoral akan memberikan keuntungan selain dalam bentuk uang juga nilai spiritual sehingga usaha boleh bertahan untuk jangka waktu lama, mampu menjaga lingkungan sosial sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan, serta memberikan kesejahteraan untuk pegawai,keluarga dan juga kepuasan kepada pelanggan.
Agama Hindu melalui Rg Weda jelas sudah memberikan jalan bagi manusia untuk memperoleh artha dengan cara yang benar serta menggunakan hati nurani dan pengetahuan moderpun telah mendukung etika dan moralitas sangat penting didalam perniagaan sehingga tujuan agama Hindu Moksartham jagadhitaya ca iti dharma boleh tercapai.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan